Dalil Asal-asalan atau asal berdalil maulid

 


𝔻𝕒𝕝𝕚𝕝 𝔸𝕤𝕒𝕝-𝕒𝕤𝕒𝕝𝕒𝕟 𝕒𝕥𝕒𝕦 𝔸𝕤𝕒𝕝 𝔹𝕖𝕣𝕕𝕒𝕝𝕚𝕝

Untuk mendukung amalan bid'ahnya, para ahlul bid'ah tidak segan-segan menggunakan berbagai cara agar amalan bid'ahnya laris manis di pasaran, bahkan dengan beraninya mereka memaksakan, memelintir dan mencocokan dalil demi hawa nafsunya.

Di antara dalil yang digunakan oleh orang-orang yang membolehkan peraya'an bid'ah Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah kisah salah seorang tokoh dalam kesyirikan, yakni Abu Lahab. Berikut uraiannya:

As-Suyuthi berkata dalam Al-Hawy (1/196-197), "Lalu saya melihat Imamul Qurro', Al-Hafizh Syamsuddin Ibnul Jauzi berkata dalam kitab beliau yang berjudul "Urfut Ta'rif bil Maulid Asy-Syarif" dengan nash sebagai berikut:

"Telah diperlihatkan Abu Lahab setelah meningalnya di dalam mimpi. Dikatakan kepadanya, "Bagaimana keada'anmu ?". Dia menjawab, "Di dalam Neraka, hanya saja diringankan bagiku (siksa'an) setiap malam Senin dan dituangkan di antara dua jariku air sebesar ini -dia berisyarat dengan ujung jarinya- karena saya memerdekakan Tsuwaibah ketika dia memberitahu kabar gembira kepadaku tentang kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan karena dia telah menyusuinya".

As-Suyuthi berkata, "Jika Abu Lahab yang kafir ini, yang Al-Qur'an telah turun mencelanya, diringankan (siksa'annya) di neraka dengan sebab kegembiraan dia dengan malam kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka bagaimana lagi keada'an seorang muslim yang bertauhid dari kalangan ummat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang gembira dengan kelahiran beliau dan mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mencintai beliau shallallahu 'alaihi wasallam ?!. Saya bersumpah bahwa tidak ada balasannya dari Allah Yang Maha Pemurah, kecuali Dia akan memasukkannya berkat keutama'an dari-Nya ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan".

Kisah ini juga dipakai berdalil oleh Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam risalahnya Haulal Ihtifal bil Maulid, hal. 8 tatkala dia berkata, "Telah datang dalam Shahih Al-Bukhari bahwa diringankan siksaan Abu lahab setiap hari Senin dengan sebab dia memerdekakan Tsuwaibah .....".

____________________

SANGGAHAN PERTAMA :

Beginilah kalau beragama pakai perasa'an dan logika...!!. Asalkan itu baik menurut logikanya, maka dianggap itulah kebenaran 😂

Lagi pula, antara bergembira dan hormat akan kelahiran nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dengan MENCIPTAKAN RITUAL HARI RAYA/PERAYA'AN MAULID PADA KELAHIRAN NABI Shallallahu 'alaihi wasallam adalah dua hal yang jauuuuhh berbeda.....!!!.

Anggapan bahwa menolak Maulid berarti tidak gembira dan tidak hormat atas kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ini adalah anggapan yang lahir dari logika terbalik.

Para shahabat yang merupakan generasi terbaik Islam, bahkan para Ulama' Ahlus-Sunnah termasuk para imam 4 madzhab, semua tak ada yang mengadakan dan merayakan Maulid. Apakah berarti mereka tidak gembira dan hormat akan kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.....??!!.

Mikir.....!!!.

Tidak ada satu Madzhab/Manhaj-pun yang mengkritisi/melarang orang yang gembira dan hormat akan kelahiran nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, tidak ada.....!!!.

Kita semua tentunya bergembira dan hormat atas kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan tak seorang muslim pun yang tidak bergembira dan hormat atas kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Yang dikritisi adalah menciptakan Hari raya/peraya'an Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang mana hal tersebut adalah ibadah yang tidak pernah dicontohkan sahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, bahkan imam yang 4 juga tidak buat peraya'an Maulid.



Saudara/i ku, seharusnya, janganlah kita seperti Abu Lahab, yang mana ia gembira dan hormat atas lahirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tapi justru menjadi yang terdepan dalam menyelisihi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Sampai disini bisa lihat.....???.

____________________

SANGGAHAN KE-DUA :

👉 Hadits tentang diringankannya siksa Abu Lahab ini telah dikaji oleh para Ulama' dari zaman ke zaman. Akan tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang menjadikannya sebagai dalil disyari’atkannya peraya'an Maulid.

👉 Kisah ini merupakan riwayat yang mursal (diriwayatkan oleh Tabi'in dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang tidak shahih, bukan kisah yang maushul (yang diriwayatkan langsung oleh sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Riwayat yang mursal tidak bisa dijadikan hujjah (dalil) untuk suatu amalan atau ritual sebagaimana dimaklumi di kalangan para Ulama'. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath (9/49) karena 'Urwah tidak menyebutkan dari siapa dia mendengar kisah ini. Sedangkan hadits mursal adalah termasuk golongan hadits-hadits dho'if (lemah) yang tidak bisa dipakai berdalil.

👉 Anggaplah hadits ini shohih maushul (bersambung), maka yang tersebut dalam kisah ini HANYALAH MIMPI. Sedangkan mimpi -selain mimpinya para Nabi- bukanlah wahyu yang bisa diterima sebagai hujjah. Bahkan disebutkan oleh sebagian ahlil ilmi bahwa yang bermimpi di sini adalah Al-'Abbas bin 'Abdil Muththolib dan mimpi ini terjadi sebelum beliau masuk Islam.

👉 Apa yang dinukil oleh As-Suyuthi dari Ibnul Jauzi di atas bahwa Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah karena memberitakan kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam dan karena dia menyusui Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam adalah menyelisihi apa yang telah tetap di kalangan para Ulama' siroh (sejarah). Karena dalam buku-buku siroh ditegaskan bahwa Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah jauh setelah Tsuwaibah menyusui Nabi ahallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Al-Hafizh Ibnu 'Abdil Barr -rahimahullah- berkata dalam Al-Isti'ab (1/12) ketika beliau membawakan biografi Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam. Setelah menyebutkan kisah menyusuinya Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam kepada Tsuwaibah, beliau menyatakan, "..... dan Abu Lahab memerdekakannya setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam berhijrah ke Madinah".
Lihat juga Ath-Thobaqot karya Muhammad bin Sa'ad bin Mani' Az-Zuhry -rahimahullah- (1/108-109), Al-Fath (9/48), dan Al-Ishobah (4/250).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Yang terdapat di dalam (kitab-kitab) sejarah menyelisihi hal itu; yaitu Abu Lahab memerdeka'an Tsuwaibah sebelum Hijrah; yang demikian itu setelah menyusui dengan waktu yang lama".
(Fathul-Bari, 9/145).

Ibnu Sa'ad dalam kitabnya, ath-Thabaqat, meriwayatkan dari Muhammad bin Umar al-Waqidiy dari banyak Ulama', mereka menuturkan: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu melakukan silaturrahmi kepada Tsuwaibah ketika beliau berada di Makkah, dan Khadijah juga memuliakannya sedangkan ia pada waktu itu masih berstatus budak. Beliau meminta kepada Abu Lahab untuk menjualnya untuk dimerdekakan, akan tetapi Abu Lahab tidak mau. Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah hijrah ke Madinah, lalu Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu mengirimkan kepadanya (sesuatu) untuk menyambung silaturrahim dan pakaian, sampai datang berita wafatnya beliau pada tahun ketujuh sa'at kepulangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Khaibar".
(Ath-Thabaqat al-Kubra, Cet. Dar Shadir, Beirut, 1/108-109)

👉 Tidak terdapat riwayat shahih yang menjelaskan Abu Lahab bergembira dengan kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan begitu juga bahwa Tsuwaibah mengabarkan kepadanya tentang kelahiran Nabi, kemudian Abu Lahab memerdekakannya disebabkan hal itu. Semua itu tidak benar. Barangsiapa yang mengatakan hal itu, maka hendaklah ia mendatangkan dalil shahih tentang kebenaran dakwa'annya.

👉 Apa yang dilakukan oleh Abu Lahab, sa'at ia dalam keada'an kafir, sama sekali tidak bermanfa'at baginya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam banyak ayat, bahwa amalan orang-orang kafir akan sirna tidak ada gunanya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan".
(al-Furqan : 23).

Dan firman Allah Ta'ala:

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

"Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh".
(Ibrahim : 18).

Kedua ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa amalan orang-orang kafir akan sirna dan tidak bermanfa'at selama mereka berada dalam kekafiran. Allah Ta'ala menjadikan amalan tersebut bagaikan debu yang beterbangan.

Jika demikian amalan orang-orang kafir, maka pantaskah hal itu dijadikan sebagai landasan untuk memperingati maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.....??!!.

Sungguh bentuk pendalilan yang sangat aneh, rancu, dan rapuh.....!!!!.

Semoga yang sedikit ini mudah dipahami dan bermanfa'at untuk kita semua

Barakallahu fiikum

Posting Komentar

0 Komentar