Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Definisi Manhaj Salaf
Manhaj salaf, apabila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj (منهج) dan salaf (السلف). Manhaj (منهج) dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (منهاج), yang bermakna ‘sebuah jalan yang terang lagi mudah’. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, al-Mu’jamul Wasith 2/957)
Adapun salaf (السلف), menurut etimologi bahasa Arab bermakna ‘siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan’. (Lisanul ‘Arab, karya Ibnu Manzhur, 7/234)
Dalam terminologi syariat, salaf (السلف) bermakna ‘para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tabiin (murid-murid sahabat) dan tabi’ut tabiin (murid-murid tabiin)’. (Lihat Manhajul Imam asy-Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah, karya Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab al-‘Aqil, 1/55)
Berdasarkan definisi di atas, manhaj salaf (منهج السلف) adalah suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tabiin dan tabi’ut tabiin dalam memahami dinul Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau as-Salafi. Bentuk jamaknya Salafiyyun atau as-Salafiyyun. Imam adz-Dzahabi berkata, “As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/21)
Sebutan bagi Pengikut Manhaj Salaf
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah karena mereka berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (ajaran Rasulullah) serta bersatu di atasnya.
Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar karena mereka berpegang teguh dengan hadits dan atsar saat orang-orang banyak mengedepankan akal.
Mereka disebut juga al-Firqatun Najiyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiallahu anhuma).
Selain itu, mereka disebut juga ath-Thaifah al-Manshurah, yaitu kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban radhiallahu anhu). (Silakan lihat lebih rinci pada kitab Ahlul Hadits Hum ath-Thaifatul Manshurah an-Najiyah, karya Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali)
Kewajiban Mengikuti Manhaj Salaf
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) pada organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan, manhaj salaf mengajari kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman Salafush Shalih.
Siapa pun yang berpegang teguh dengannya, dia adalah saudara kita walaupun berada di belahan bumi yang lain. Inilah ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim dalam memahami agamanya. Mengapa? Sebab, demikianlah yang dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam Sunnahnya. Sementara itu, Allah telah berwasiat kepada kita,
فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٌ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa: 59)
Dalil Ayat Al-Qur’an tentang Keharusan Mengikuti Manhaj Salaf
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (al-Fatihah: 6—7)
Imam Ibnul Qayyim berkata,
“Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, Setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran dan lebih konsisten mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang yang lebih berhak menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syiah).” (Madarijus Salikin, 1/72)
Penjelasan Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam—yang mereka adalah Salafush Shalih—lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”. Sebab, pengetahuan mereka tentang kebenaran begitu mendalam dan mereka sangat konsisten mengikutinya.
Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dinul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus. Oleh sebab itu, orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus pula.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا
“Dan barang siapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa: 115)
Imam Ibnu Abi Jamrah al-Andalusi berkata,
“Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas) bahwa yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan generasi pertama dari umat ini. Sebab, mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih.
Mereka telah menanyakan segala yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan penjelasan yang sempurna. Mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran.
Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Melalui merekalah hubungan kita bisa tersambung dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, juga dengan Allah subhanahu wa ta’ala.” (al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah hlm. 36—37)
“Sungguh, keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, -red.) saling terkait. Maka dari itu, siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38)
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (as-Salaf), dan keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin; dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalan para sahabat.
Sebab, apabila kita menempuh selain jalan mereka dalam memahami dinul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Akibatnya sungguh mengerikan: akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan. Kesudahannya ialah masuk ke dalam Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali. Na’udzu billahi min dzalik.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٍ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٍ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (at-Taubah: 100)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan surga-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (as-Salaf) semata. Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah juga mengabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Dia sediakan untuk mereka, yaitu surga-surga yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367)
Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan pada ridha Allah subhanahu wa ta’ala dan surga-Nya.
Dalil Hadits Rasulullah tentang Keharusan Mengikuti Manhaj Salaf
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Sesungguhnya, barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang teguh dengan Sunnahku, dan Sunnah al-Khulafa ar-Rasyidin yang terbimbing. Peganglah ia erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham….” (Sahih, HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, ad-Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat al-‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu. Lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no. 2455)
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak dalam memahami dinul Islam. Jalan satu-satunya yang mengantarkan pada keselamatan ialah dengan mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sunnah al-Khulafa ar-Rasyidin (Salafus Shalih). Bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.
Imam asy-Syathibi rahimahullah berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam—sebagaimana engkau saksikan—telah merangkai Sunnah al-Khulafa ar-Rasyidin dengan Sunnah beliau, dan termasuk konsekuensi mengikuti Sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka….
Sebab, apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti Sunnah Nabi mereka shallallahu alaihi wa sallam. Atau mengikuti apa yang mereka pahami dari Sunnah beliau shallallahu alaihi wa sallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.” (al-I’tisham, 1/118)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Orang-orang yang menghinakan mereka tidak akan memudaratkan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim, lafaz hadits ini adalah lafaz Muslim dari sahabat Tsauban radhiallahu anhu, hadits no. 1920)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata (menjelaskan hadits di atas), “Kalau bukan ahlul hadits, aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 36)
Imam Ibnul Mubarak rahimahullah, Imam al-Bukhari rahimahullah, Imam Ahmad bin Sinan al-Muhaddits rahimahullah, semuanya berkata tentang makna hadits ini, “Mereka adalah ahlul hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hlm. 26, 37)
Syaikh Ahmad bin Muhammad ad-Dahlawi al-Madani berkata,
“Hadits ini merupakan salah satu tanda kenabian (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Setiap masa dari zaman ini pasti ada mereka. Beliau shallallahu alaihi wa sallam mendoakan mereka. Doa itu pun terkabul.
Pada tiap masa, Allah azza wa jalla menjadikan ada sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan keterangan sebenarnya. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah ahlul hadits, insya Allah. Hal ini sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik masa dahulu maupun masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hlm. 131)
Ahlul hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa yang ingin menjadi bagian “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits di atas, dia harus mengikuti manhaj salaf.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً. قَالُوا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya, ‘Siapakah mereka, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘(Golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada’.” (Hasan, HR. at-Tirmidzi dalam Sunan-nya, “Kitabul Iman”, “Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah”, dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiallahu anhuma)
Syaikh Ahmad bin Muhammad ad-Dahlawi al-Madani berkata,
“Hadits ini menjadi nas (dalil yang tegas, -red.) bagi apa yang diperselisihkan. Sebab, hadits tersebut dengan tegas menjelaskan tentang tiga hal:
Pertama, umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka karena mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb alam semesta.
Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan karena mereka berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam serta mengamalkan keduanya tanpa takwil dan penyimpangan.
Ketiga, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri (dalam hadits tersebut), yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir.” (Tarikh Ahlil Hadits hlm. 78—79)
Tentu saja, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf. Sebab, dalam memahami dinul Islam ini, mereka menempuh jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti dalam memahami dinul Islam. Berikut ini beberapa alasannya.
- Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
- Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Akibatnya ialah akan diberi keleluasaan untuk bergelimang dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
- Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya pasti mendapat ridha dari Allah. Tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan. Mereka kekal abadi di dalamnya.
- Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala muncul berbagai pemahaman dan pendapat dalam memahami dinul Islam. Ini sebagaimana wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
- Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Mereka senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
- Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf adalah golongan yang selamat. Sebab, mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika
Imam Abdurrahman bin Amr al-Auza’i rahimahullah berkata,
“Engkau wajib mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu. Hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (asy-Syari’ah, karya Imam al-Ajurri, hlm. 63)
Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit rahimahullah berkata,
“Engkau wajib mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf. Hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya as-Suyuthi, hlm. 322; dinukil dari kitab al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hlm. 54)
Imam Abul Muzhaffar as-Sam’ani rahimahullah berkata,
“Syiar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (al-Intishar li Ahlil Hadits, hlm. 88)
Imam Qawamus Sunnah al-Ashbahani rahimahullah berkata,
“Barang siapa menyelisihi sahabat dan tabiin (salaf), ia sesat walaupun banyak ilmunya.” (al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/437—438, dinukil dari kitab al-Intishar li Ahlil Hadits, hlm. 88)
Imam asy-Syathibi rahimahullah berkata,
“Segala yang menyelisihi manhaj salaf adalah kesesatan.” (al-Muwafaqat, 3/284, dinukil dari al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hlm. 57)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, mengaitkan diri dengannya dan bersandar padanya. Bahkan, hal itu disepakati wajib diterima karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149)
Beliau rahimahullah juga berkata,
“Bahkan, syiar ahlul bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini. Semoga Allah juga memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, hingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah.
Amin, ya Rabbal ‘Alamin.
Ditulis oleh Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.
sumber artikel : https://asysyariah.com/mengapa-harus-manhaj-salaf/
repost : Berbagi Ilmu Kajian Sunnah
0 Komentar