Dasar-Dasar Penting Dalam Pendidikan Anak




Hal yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah perhatian pada pendidikan akhlaknya. Sesungguhnya dia akan tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang diberikan oleh seorang pendidik kepadanya pada masa kecilnya, seperti marah, tergesa-gesa, mudah mengikuti hawa nafsunya, gegabah, kasar, tamak, dan sulit baginya untuk melepaskan sifat-sifat itu pada saat dia besar nantinya.lalu perilaku-perilaku ini akan menjadi sifat dan kebiasaan yang telah tertanam kuat di dalam dirinya.
Meskipun dia berusaha keras untuk mengendalikannya, namun suatu hari sifat-sifat itu pasti akan mempermalukannya, karena itulah Anda lihat banyak orang memiliki akhlak yang melenceng. Dan itu dimulai dari sebelum pendidikan yang dengannya mereka tumbuh. Seorang anak yang sudah mulai berakal juga harus menjauh dari tempat-tempat hiburan, tempat kebatilan, lagu-lagu, dari mendengarkan kata-kata yang keji, hal-hal yang bid'ah, dan perkataan yang buruk, karena sesungguhnya jika hal-hal yang buruk itu telah masuk ke dalam pendengarannya, akan sulit baginya untuk melepaskannya saat dia besar, dan berat bagi walinya untuk menyelamatkannya darinya. Karena merubah kebiasaan itu adalah salah satu hal yang paling sulit, karena dia membutuhkan adanya kebiasaan yang baru, sementara keluar dari pengaruh kebiasaan itu adalah sesuatu yang sangat sulit.
Hendaknya walinya berupaya keras untuk menjauhkannya dari kebiasaan mengambil dari orang lain, karena jika dia telah terbiasa mengambil, itu akan menjadi kebiasaan baginya, sehingga dia akan tumbuh dengan kebiasaan mengambil dan bukan memberi. Lalu hendaknya dia dibiasakan untuk memberi. Dan apabila seorang wali hendak memberi sesuatu, hendaknya dia memberikannya melalui tangan si anak itu agar dia dapat merasakan manisnya memberi. Hendaknya dia menjauhkannya dari sifat dusta dan khianat, lebih keras daripada dia menjauhkannya dari racun yang mematikan, karena apabila telah mudah baginya menemukan jalan untuk berdusta dan berbuat khianat, maka hal itu akan merusak kebahagiaan dunia dan akhiratnya, dan menghalanginya dari segala kebaikan.
Dia juga harus dijauhkan dari sifat malas, tidak melakukan apa-apa, dan selalu beristirahat, namun hendaknya seorang wali membiasakannya melakukan hal-hal yang berlawanan dari semua itu, tidak membiarkannya beristirahat kecuali dengan hal-hal yang membuatnya sibuk. Karena sesungguhnya kemalasan dan tidak melakukan apa-apa hanya akan memberi akibat yang buruk kepadanya, dan berujung pada penyesalan. Sedangkan kerja keras dan keletihan akan membawa akibat yang terpuji, baik di dunia maupun di akhirat, atau pada keduanya. Orang yang paling merasakan ketenteraman adalah orang yang paling lelah, dan orang yang paling lelah adalah orang yang paling banyak beristirahat. Kepemimpinan di dunia dan kebahagiaan di akhirat tidak bisa dicapai kecuali dengan melewati jembatan keletihan. Yahya bin Abu Katsir berkata, "llmu tidak akan dapat diraih dengan tubuh yang senang."
Lalu hendaknya dia dibiasakan untuk bangun di akhir malam, sesungguhnya itu adalah waktu dimana harta yang berharga dibagikan, hadiah diberikan; ada yang mendapatkan sedikit, ada yang mendapatkan banyak, dan ada yang tidak mendapatkan apa-apa. Jika dia dibiasakan untuk bangun sejak kecil, akan lebih mudah baginya saat dia besar.
Hendaknya dia juga dijauhkan dari hal yang berlebihan dalam makan, berbicara, tidur, dan berbaur dengan orang lain. Sesungguhnya kerugian terletak pada hal-hal yang berlebihan seperti ini. Dan ia membuat seorang hamba kehilangan kebaikan dunia dan akhiratrya. Disamping itu, hendaknya dia dijauhkan dengan sungguh-sungguh dari bahaya syahwat yang berhubungan dengan perut dan kemaluan, karena membiarkannya menemukan jalan untuk itu memberinya kelonggaran dalam hal itu, dan itu akan merusaknya dengan kerusakan yang akan sulit untuk diperbaiki. Betapa banyak orang yang menyengsarakan anaknya di dunia dan akhirat karena membiarkannya dan tidak mendidiknya, bahkan membantunya dalam menuruti syahwatnya, sementara dia mengira bahwa dia telah memuliakan anaknya, padahal pada hakikatnya dia telah menghinakannya. Dia menyangka bahwa dia telah memberikan kasih sayang, padahal dia telah menzhaliminya. Akhirnya dia kehilangan manfaat dari anaknya, dan membuat anaknya kehilangan bagiannya di dunia dan akhirat. Jika Anda perhatikan kerusakan pada anak-anak, maka Anda akan menemukan bahwa sebagian besar darinya adalah disebabkan oleh bapak-bapak mereka.
Maka berhati-hatilah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai membiarkannya melakukan hal-hal yang akan menghilangkan akalnya, baik itu sesuatu yang memabukkan ataupun yang lainnya. Jangan membiarkannya bergaul dengan orang yang dikhawatir kerusakannya, atau dikhawatirkan pengaruh ucapannya kepadanya, karena sesungguhnya semua itu adalah kehancuran. Jika telah mudah baginya melakukan semua itu, maka mudah pula kehancuran mendekatinya. Tidak ada sesuatu yang lebih merusak anak-anak melebihi sikap tidak peduli orang tua dan pengabaian mereka, seolah mereka membiarkan percikan api di tengah-tengah pakaian. Sebagian besar orang tua bersandar pada anak-anak mereka lebih besar daripada bersandarnya seorang musuh yang paling keras terhadap musuhnya, sementara mereka tidak menyadarinya. Betapa banyak orang tua yang mengharamkan anaknya dari kebaikan dunia dan akhirat, lalu menyebabkannya terjerumus ke dalam kebinasaan dunia dan akhirat, dan semua itu adalah akibat dari ketidakpedulian orang tua terhadap hak-hak Allah Ta'alaa. Mereka menyia-nyiakannya, dan berpaling dari apa yang telah diwajibkan Allah kepada merekauntuk membekali anak-anak dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Sikap mereka telah menghalangi mereka untuk memperoleh manfaat dari anak-anak mereka, dan menghalangi anak-anak untuk memberikan kebaikan dan manfaat untuk orang tua mereka, yang semua itu merupakan hukuman bagi seluruh orang tua.
Selain itu, dia juga harus dijauhkan dari mengenakan sutra, karena itu akan merusaknya, membelokkan tabiatnya, sebagaimana homoseksual akan membelokkan tabiatnya, begitu pula dengan minum khamr, mencuri, dan berbohong. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Diharamkan sutra dan emas bagi kaum laki-laki dari umatku dan dihalalkan bagi kaum wanita dari mereka." [HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad]
Seorang anak, meskipun dia belum mukallaf, namun walinya telah mukallaf dan tidak boleh baginya membiarkan anaknya melakukan yang haram, karena hal itu akan membuatnya terbiasa sehingga sulit untuk melepaskannya darinya. Inilah pendapat ulama yang paling shahih dalam hal ini. Adapun pendapat yang tidak mengharamkannya berhujjah bahwa dia masih belum mukallaf, sehingga tidak haram baginya mengenakan sutra, sama seperti binatang. Akan tetapi ini adalah bentuk qiyas yang sangat rusak, karena seorang anak kecil, meskipun dia belum mukallaf, namun dia siap untuk menjadi mukallaf. Sehingga tidak dibiarkan dia shalat tanpa berwudhu, atau shalat dengan telanjang dan membawa najis, juga tidak pula dibiarkan minum khamr, berjudi, dan melakukan homoseksual.
Dan yang perlu diperhatikan adalah keadaan si anak, apakah pekerjaan yang telah siap dia kerjakan dan dia bersedia untuk itu, sehingga dapat diketahui bahwa dia diciptakan untuk hal itu, sehingga tidak selayaknya dia dipaksa untuk melakukan hal yang lain meskipun itu diizinkan oleh syariat. Karena jika dia dipaksa melakukan sesuatu yang dia tidak siap melakukannya, maka itu tidak akan berhasil, sementara dia akan kehilangan kesempatan untuk melakukan apa yang dia siap untuk itu. Jika dilihat bahwa anak itu baik pemahamannya, benar cara dia menangkap sesuatu dengan pikirannya, dan baik hapalannya. Maka ini adalah tanda-tanda bahwa dia siap untuk menerima ilmu, dimana dia bisa mengukirnya di hatinya yang masih kosong, dan ilmu itu akan melekat di dalam hatinya, dan tertanam dengan kokoh. Namun jika dilihat bahwa dia tidak cocok untuk itu dari segala sisi, sementara dia lebih berminat pada hal-hal yang berkaitan dengan kewiraan dan sebab-sebab yang menuju ke sana seperti menunggang kuda, memanah, bermain tombak, dan dia tidak berbakat dalam bidang keilmuan, maka hendaknya dia diberi jalan untuk menguasai bidang kewiraan dan kepahlawanan itu, dan kemudian melatihnya dalam bidang tersebut. Sesungguhnya hal itu akan lebih bermanfaat bagi dirinya dan kaum muslimin.
Sementara jika dia tidak cocok untuk itu dari segala sisi, dan dia tidak diciptakan untuk itu, lalu dilihat bahwa ternyata dia lebih tertarik pada suatu kerajinan dan industri, bersedia untuk itu dan memiliki minat yang besar padanya, dan yang diminatinya itu adalah sesuatu yang mubah dan bermanfaat bagi manusia, maka hendaknya dia diberi jalan untuk itu. Ini semua setelah dia dibekali dengan hal-hal yang dia butuhkan di dalam agamanya. Sesungguhnya yang demikian itu dimudahkan bagi setiap orang agar hujjah Allah terhadap hamba-Nya dapat tegak. Sesungguhnya Dia memiliki hujjah yang kuat atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana Dia juga memiliki limpahan nikmat yang banyak atas mereka.

Wallahu a'lam. ------------------- Sumber: fb Abu Mu'adz Alfarouq
[Tuhfah Al Maudud (146-148) Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah]
repost : Berbagi Ilmu Kajian Sunnah

Posting Komentar

0 Komentar