Janganlah Ananiah (Egois)



Pengertian Ananiah (egois)Kata ananiah berasal dari bahasa arab انا yang berarti Aku, ananiah berarti sebangsa aku atau keakuan. Secara istilah, ananiah berarti sikap keakuan, sikap mementingkan diri sendiri, kurang memerhatikan orang lain. Dalam bahasa Indonesia sikap seperti itu disebut egois. Sikap ananiah terkait erat dengan sikap takabbur. Dalam kehidupan sehari-hari sikap ananiah sering kali kita jumpai, baik pada diri remaja maupun orang dewasa, sudah barang tentu sikap ananiah tidak disukai dalam pergaulan karena cenderung meremehkan atau tidak menghargai orang lain. Ananiah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk dan bisa kita jumpai dalam kehidupan kita sehari hari antara lain; Selalu ingin menang dalam pembicaraan bersama teman, kurang menghargai pendapat orang lain walaupun benar, susah menerima saran atau kritikan dari orang lain.

Bahaya Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat egosentris, artinya mengutamakan kepentingan dirinya di atas kepentingan yang lain. Orang-orang yang terjangkiti penyakit ananiyah ini cenderung melihat orang lain dengan sebelah mata. Ia mengambil tindakan sesuai jalan dan alam pikirannya sendiri tanpa melihat orang lain yang mungkin dari sisi ilmu dan pengalaman jauh lebih banyak darinya. Hal itu terjadi karena orang-orang egois ini dikendalikan oleh nafsunya dalam setiap tindakan. Bahkan standar kebenaran-pun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindakannya. Padahal Allah SWT melarang hal tersebut.

Allah SWT berfirman yang artinya, “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja, tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya.” (Qs. Al-Muminun: 71). 

Peringatan Allah SWT itu bisa dimaknai seperti ini: sekiranya orang-orang yang egois itu menjadikan kebenaran sebuah keputusan berdasarkan hawa nafsunya sendiri, maka tentu agenda-agenda besar dalam sebuah organisasi yang sedang direncanakan akan hancur berantakan.

Sifat ananiyah ini sangat berbahaya. Jika pelakunya tak segera muhasabah (introspeksi) dan bertaubat kepada Allah SWT, maka ananiyah itu akan melahirkan sifat-sifat negatif lainnya seperti; sifat bakhil (pelit bin kikir), tamak (serakah), mau menang sendiri, dhalim (suka menganiaya), meremehkan orang lain dan ifsad (merusak). Lebih sadis lagi, jika ananiyah itu tidak segera ditumpas, akan berkembang menjadi sifat kibir (sombong) yang ciri utamanya adalah bathrul haq (menolak kebenaran) dan ghomtun nas (merendahkan manusia). (HR. Muslim).

Sifat egois sungguh berbahaya. Ananiyah yang melekat pada orang biasa saja (tak kaya dan tak punya kekuasaan) akan berbahaya, apalagi jika sifat busuk itu melekat pada penguasa dan orang kaya, tentu saja dampaknya akan lebih dahsyat lagi bahayanya. Jika ananiyah ini melekat pada penguasa, maka ia akan menjadi penguasa yang diktator, koruptor, tiran dan absolut. Contoh nyata dari penguasa seperti ini sepanjang sejarah Mesir yang mengidap penyakit ananiyah ini adalah Fir’aun dan Namrud. Kedua penguasa itu memerintah manusia dengan hawa nafsunya semata, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat/umat yang dipimpinnya. Yang terjadi, justeru para penguasa itu membuat kerusakan di mana-mana.

Allah SWT berfirman yang artinya,
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (Qs. Al-Baqoroh : 11).

Tentang bahaya ananiyah ini, Rasulullah SAW pun bersabda,

“Dari Abdulloh ibnu Umar ra., Nabi SAW “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Ada banyak dalil baik dari Qur’an dan Hadis yang menyebut betapa bahayanya sifat egois/ananiyah. Dari Abi Hurairah ra.,

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya.” (HR. Bukhori).

Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikap permusuhan itu sangat dibenci Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Dari Aisyah ra. dari Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan.” (HR. Bukhari).

Tanda Orang Egois: 

Orang yang terjangkit penyakit ananiyah/egois biasanya selalu merasa sok tahu (merasa sudah cukup pengetahuan dan pengalaman), padahal sebenarnya masih sangat kurang. Yang jadi masalah, orang egois yang sok tahu itu biasanya tak pernah mau menyadari di mana letak kesalahan dan kelemahannya. Agar sadar bahwa kita terjebak dengan sifat ananiyah ini, maka ada baiknya kita lihat beberapa ciri orang egois/ananiyah berikut ini.

Pertama, tak suka membaca. Orang yang egois, biasanya sumber bacaannya sedikit sekali atau bahkan tak pernah membaca. Selain itu, dia tidak pernah mau membaca situasi di lingkungannya. Mengapa? Karena dia selalu yakin dengan sudut pandang pikirannya dalam mengambil satu keputusan dan langkah. Ia tak pernah mau mengikuti masukan dari orang lain, bila masukan itu dirasa tak bisa mewujudkan apa yang sudah menjadi ambisinya.

Sebaliknya, bila masukan itu sesuai dengan rencana ambisinya, maka dengan senang hati ia akan tampil kedepan. Yang penting, apa yang menjadi keinginannya terwujud tanpa melihat bagaimana akibat panjang yang akan dialami. Dalam sebuah organisasi, hal virus tak suka membaca ini tentu sangat berbahaya sebab bisa meruntuhkan semua visi misi yang sudah dibangun.

Kedua, membanggakan luasnya pengetahuan. Orang egois biasanya selalu membanggakan kepintarannya dan memamerkan kepada orang lain. Ia lebih senang muncul dan menunjukkan pada banyak orang bahwa ia adalah orang yang punya pengetahuan luas. Ia mungkin suka menulis dan berbicara sebanyak-banyaknya dalam berbagai bidang, tetapi kurang sekali memperhitungkan apakah pembicaraannya berkualitas atau tidak. Tak heran bila ia menjadi seorang ulama, maka setiap pertanyaan dijawab sendiri meski diluar keahliannya.

Ketiga, merendahkan orang lain yang tidak sepaham. Muslim yang egois, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera ia menuduh mereka telah melakukan bid’ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, sampai melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai “Yang Maha Tahu”, terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan.” (Qs. an-Najm: 32).

Keempat, suka menyatakan pendapat tanpa dasar yang kuat. Orang egois yang sok tahu senang menyampaikan pendapatnya sendiri mengatasnamakan Islam. Padahal bisa jadi dasar penyampaiannya itu tak bersumber dari Al Qur’an dan Hadis melainkan semata-mata untuk mewujudkan keinginannya. Ia hanya mengemukakan opini pribadinya tanpa disertai dalil yang kuat, baik dalil naqli maupun aqli.

Agar Terhindar dari Ananiyah
Ada beberapa cara untuk menekan sikap ananiyah antara lain sebagai berikut.

Pertama, menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama. Sehingga apa yang sudah menjadi rencana dan cita-cita besar bersama akan terwujud.

Kedua, menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan. Selain itu, ia harus mampu menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tasamuh (tenggang rasa).

Ketiga, menyadari bahwa hidup adalah pengabdian kepada Allah SWT. Setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman. Menyadari juga bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap sombong yang membinasakan dan dibenci oleh Allah SWT dan seluruh manusia.

Keempat, menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu (rendah hati), syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat ananiyah. Lalu, menghayati dan mendalami setiap hikmah dibalik perintah ibadah secara universal, seperti ibadah shalat, shaum, zakat dll.

Agar Allah SWT senantiasa menjaga kita dari kejahatan nafsu yang bisa mengundang sifat ananiyah, maka Rasulullah SAW mengajarkan doa ini,اللَّهُمَّ ألْهِمْني رُشْدِي ، وأعِذْنِي مِنْ شَرِّ نَفْسي(“Ya Allah, ilhamkan kepadaku hidayah dan lindungilah aku dari kejahatan diri/nafsuku”). (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan”). Wallahua’lam. (R2/IR).

Hal Hal Yang Harus di Perhatikan
Allah telah mengungkapkan perasaan egois yang penuh hasrat ini dalam hasrat duniawinya sebagai berikut dalam Al Qur’an:

“Sesungguhnya manusia diciptakan keras kepala – putus asa ketika hal-hal buruk terjadi, menyesali ketika hal-hal baik datang.” (QS. 70: 19-21).

Berikut 8 larangan egois dalam islam:

1. Anda melihat realitas tentang Kebenaran
Kebenaran ada dalam hadist dan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT inilah mengapa dilarang untuk egois, Ini tercantum dalam Al Qur’an :

قَدْ جَآءَكُم بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ عَمِىَ فَعَلَيْهَا ۚ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيْكُم بِحَفِيظٍ

Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu). (Al-An’am 6:104)

2. Panduan Allah SWT adalah yang benar untuk Anda
Ini juga telah di jelaskan dalam Al Qur’an :

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُمُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَنِ ٱهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِى لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۖ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيْكُم بِوَكِيلٍ

Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu”. (Yunus 10:108)

3. Jika Kejahatan Anda lawan Maka Akan Berdampak Baik Pada Diri Anda
Larangan dan ajaran islam semata-mata demi menuntun dan menjamin kesejahteraan umatnya. Jadi ini adalah hal terbaik dan juga tercantum dalam Al Qur’an :

ومن جاهد» جهاد حرب أو نفس «فإنما يجاهد لنفسه» فإن منفعة جهاده له لا لله «إن الله لغني عن العالمين» الإنس والجن والملائكة وعن عبادتهم.

(Dan barang siapa yang berjihad) maksudnya jihad fisik atau jihad nafsi (maka sesungghnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri) karena manfaat atau pahala dari jihadnya itu kembali kepada dirinya sendiri, bukan kepada Allah. (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dari semesta alam) yaitu dari manusia, jin dan Malaikat, dalam arti kata Dia tidak memerlukan sesuatu pun dari mereka, juga Dia tidak membutuhkan ibadah mereka kepada-Nya. (Tafsir Al-Jalalain, Al-‘Ankabut 29:6)

4. Mengajarkan Bersyukur
Tidak ada yang lebih baik dalam larangan egois kecuali mengajarkan umat NYA untuk bersyukur. Seperti dalam ayat Al Qur’an :

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَٰنَ ٱلْحِكْمَةَ أَنِ ٱشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Luqman 31:12)

5. Mensucikan Diri
Seperti yang tercantum dalam al Qur’an :

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ وَإِن تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَىْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰٓ ۗ إِنَّمَا تُنذِرُ ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِٱلْغَيْبِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ وَمَن تَزَكَّىٰ فَإِنَّمَا يَتَزَكَّىٰ لِنَفْسِهِۦ ۚ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلْمَصِيرُ

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu). (Fatir 35:18)

6. Jika Berlaku Tak Adil
Jika Tidak adil maka sesungguhnya Anda sedang tidak adil juga pada diri sendiri seperti penerapan kebenaran pragmatis dalam ajaran islam. Al Qur’an menyatakan:

وما يستوي البحران هذا عذب فرات» شديد العذوبة «سائغ شرابه» شربه «وهذا ملح أجاج» شديد الملوحة «ومن كل» منهما «تأكلون لحما طريا» هو السمك «وتستخرجون» من الملح، وقيل منهما «حلية تلبسونها» هي اللؤلؤ والمرجان «وترى» تُبصر «الفلك» السفن «فيه» في كل منهما «مواخر» تمخر الماء، أي تشقه بجريها فيه مقبلة ومدبرة بريح واحدة «لتبتغوا» تطلبوا «من فضله» تعالى بالتجارة «ولعلكم تشكرون» الله على ذلك.

(Dan tiada sama -antara- dua laut; yang ini tawar, segar) sangat tawar (sedap diminum) sedap rasanya (dan yang lain asin lagi pahit) karena terlalu asin.
(Dan dari masing-masing) kedua laut itu (kalian dapat memakan daging yang segar) yaitu ikan (dan kalian dapat mengeluarkan) dari laut yang asin, menurut pendapat yang lain dari laut yang tawar juga (perhiasan yang dapat kalian memakainya) yaitu berupa mutiara dan batu Marjan (dan kamu lihat) kamu dapat menyaksikan (bahtera) perahu (padanya) yakni pada masing-masing dari keduanya (dapat berlayar) dapat membelah airnya karena dapat melaju di atasnya; baik maju atau pun mundur hanya dengan satu arah angin (supaya kalian dapat mencari) berupaya mencari (karunia-Nya) karunia Allah swt. melalui berniaga dengan memakai jalan laut (dan supaya kalian bersyukur) kepada Allah atas hal tersebut. (Tafsir Al-Jalalain, Fatir 35:12).

7. Perbuatan Baik Adalah Untuk Diri Sendiri
Al Qur’an telah menjelaskan :

مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. (Fussilat 41:46).

8. Ajaran Yang Melindungi Diri Sendiri

Sesungguhnya Allah melarang egois agar kita tidak mendapatkan dampak yang buruk dan terhindar dari segala hal yang menyesatkan seperti sumber pokok ajaran islam.
Demikian penjelasan terkait apa saja larangan egois dalam islam yang harus kaum muslim tahu agar tidak lagi memiliki sifat egois baik sengaja atau tidak sengaja.


sumber : grup fb meniti jalan sunnah, Reza Al makassary

Posting Komentar

0 Komentar