Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, ”Intisari agama ini terdapat pada dua prinsip yaitu, kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita tidak beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa yang Dia syariatkan.”
Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa berharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”(Qs, Al-Kahfi:110)
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya,”Inilah dua rukun amal yang diterima. Amal tersebut harus dilaksanakan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam.”
Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk diterimanya setiap amalan yang dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala harus memenuhi dua syarat utama, dan kedua hal itu harus ada, tidak bisa terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, dua hal itu adalah:
Mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”(Qs. Az-Zumar: 2)
Keikhlasan itu tidak mungkin datang bersama kesyirikan, riya atau mengharapkan dunia dengan amalnya. Oleh karena itu seseorang hendaklah beramal dengan tujuan mengharap wajah Allah Ta’ala semata.
Memurnikan mutaba’ah (mengikuti) kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maknanya, hendaknya amalan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Allah dalam Kitab-Nya atau apa yang disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sunnahnya.Bahwasannya semua yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam wajib bagi setiap hamba untuk mengambilnya, mengikutinya serta tidak boleh menyelisihinya. Karena setiap nash dari Rasulullah tentang hukum satu perkara sama kedudukannya sepeti nash dari Allah Ta’ala. Maka tidak ada keringanan bagi seseorang pun untuk meninggalkannya dan tidak boleh pula mendahulukan ucapan seseorang di atas ucapan Allah’ Azza wa Jalla.Jika terjadi perselisihan, kita diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Kitab-Nya dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Allah telah mencela perpecahan dan melarang setiap jalan yang menyebabkan dan menghantarkan kepadanya. Perpecahan merupakan sebab utama kehinaan di dunia dan sebab didapatkannya adzab di akhirat.Solusi agar terbebas dari perpecahan dan perselisihan adalah mengikuti kelompok yang selamat lagi mendapat perrtolongan, yaitu al-Jamaah, mereka adalah orang-orang yang berjalan menempuh manhaj Nabi dan para sahabatnya, tidak berpaling darinya dan tidak menyimpang. Jalan keselamatan adalah mengikuti salafus shalih, baik dalam ucapan, perbuatan, dan i’tiqad serta tidak menyelisihi dan menyimpang dari mereka.
Ittiba’ dapat dikatakan benar jika terpenuhi tiga hal, yaitu:
Berpegang teguh dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Tidak berpecah dan berselisih tentang Al-Quran dan As-Sunnah.
Hendaknya ittiba’ kepada Al-Quran dan As-Sunnah diikat dengan pemahaman salafus shalih, tidak dengan pemahaman yang lainnya.
Ciri-ciri utama orang-orang yang menyimpang adalah:
Perpecahan, ini merupakan perkara yang Allah peringatkan dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.”(Qs. Al-An’am:159)
Mengikuti ayat-ayat yang musytabihat.
Mengikuti hawa nafsu.
Mempertentangkan As-Sunnah dengan Al-Quran.
Membenci Ahlu Atsar.
Memberikan gelar-gelar yang jelek kepada Ahlus Sunnah.
Meninggalkan penisbatan kepada madzhab salaf.
Mengkafirkan siapa saja yang menyelisihi mereka dengan tanpa dalil.
Membiarkan perkara yang mujmal (global) yang sebenarnya membutuhkan perincian dan penjelasan, serta menerapkan qiyas pada perkara yang tidak sah dengan qiyas di dalamnya.
Semoga Allah Ta’ala mengumpulkan kita dalam rombongan mereka yang mengikuti manhaj Nabi dan para sahabat,
Semoga Allah Ta’ala mematikan kita dalam kondisi mencintai mereka, mengikuti jalan mereka…
*
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Abdillah Dewi Gimarjanti
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber: Kitab Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah karya Syaikh Abdussalam bin Salim As Suhaimi
sumber: https://muslimah.or.id/3922-jalan-keselamatan-adalah-dengan-ittiba-mengikuti-sunnah-nabi-dan-menjauhi-ibtida-melakukan-bidah.htmlVia HijrahApp
repost : Berbagi Ilmu Kajian Sunnah
0 Komentar