Penjelasan Rukun Islam, pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat), Karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah

Download File Audio Kajian kurang dari : 16MB
Penjelasan Rukun Islam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة  (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 28 Jumadal Awwal 1440 H / 04 Februari 2019 M.
Penerjemah: Ustadz Iqbal Gunawan, M.A.


KAJIAN ILMIAH TENTANG PENJELASAN RUKUN ISLAM

Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah:
Pelajaran yang kedua: Pelajaran kedua adalah penjelasan tentang rukun rukun Islam yang 5

RUKUN ISLAM KE-1: SYAHADAT

Rukun Islam yang pertama dan yang paling agung adalah Syahadah (persaksian) bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah). Dengan menjelaskan makna-maknanya, juga menjelaskan syarat-syarat لا إله إلّا الله.
Makna dari لا إله, yaitu peniadaan terhadap semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun إلّا الله (kecuali Allah) adalah penetapan bahwasanya ibadah hanya milik Allah, tidak ada sekutu bagiNya.

Agama Islam mempunyai rukun-rukun yang tidak akan tegak kecuali dengan rukun-rukun tersebut. Dan yang dimaksud dengan rukun adalah bagian sesuatu yang paling kuat, yang tidak akan tegak sesuatu kecuali dengan hal tersebut.

Perumpamaan rukun Islam seperti tiang-tiang bagi sebuah bangunan. Dan sebuah rumah tidak akan tegak kecuali dengan tiang-tiang. Dan tiang tidak akan tegak kecuali dengan paku.
Maka rukun-rukun Islam adalah tiang-tiang agama Islam. Juga bagian-bagian yang terkuat yang tidak akan tegak agama Islam kecuali dengan rukun-rukun tersebut.
Adapun makna kalimat “Islam” adalah:

 هوَ الاستسلامُ الله – تبارك وتعالى – بالتّوحيدِ ، فمَن أبى أن يَستَسْلمَ لله فهو مُسْتكبرٌ، ومن اسْتَسْلمَ لله ولغيرِه فهو مُشرِكٌ.

Berserah diri kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya. Maka barangsiapa yang tidak berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berarti dia adalah orang yang menyombongkan diri. Dan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga kepada selainNya, berarti dia adalah orang yang musyrik.

Maka dengan ini kita mengetahui bahwasanya Islam bertentangan dengan dua perkara. Yaitu kesombongan dan kesyirikan.

PENJELASAN 5 RUKUN ISLAM

Agama Islam ini dibangun diatas lima rukun Islam yang telah dijelaskan oleh Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam dalam hadits riwayat sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بُنِيَ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ

“Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (tanggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan; dan hajji ke Baitullah’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah 5 rukun-rukun Islam, tiang-tiang yang tidak akan tegak kecuali dengan rukun-rukun tersebut. Dan rukun Islam yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya adalah persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Oleh karena itu Nabi kita ‘Alaihish Shalatu was Salam mendahulukan penyebutan dua persaksian ini dalam sabdanya. Maka persaksian bahwasanya hanya Allah yang berhak disembah dan Nabi kita adalah utusan Allah adalah dua rukun yang paling agung dalam dalam rukun Islam. Bahkan dua hal ini adalah pokok agama ini yang dibangun diatasnya agama tersebut.
Kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ adalah kalimat yang paling agung secara umum, kalimat yang paling mulia dan kalimat yang paling tinggi. Bahkan dia adalah dzikir yang paling utama. Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

“Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illa Allah.” (HR. Tirmidzi)

Juga sabda beliau:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah “LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR (Tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagiNya, milikNya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Maha menguasai atas segala sesuatu).” (HR. Ahmad)

Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. Al-Anbiya[21]: 25)

Dan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ini adalah inti dakwah Para Rasul. Juga ringkasan dari tujuan diutusnya mereka. Bahkan kalimat yang paling pertama yang didengarkan oleh kaum-kaum para Anbiya, yaitu kalimat:

اعْبُدُوا اللَّـهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرُهُ

“Sembahlah Allah, kalian tidak mempunyai sesembahan kecuali Dia.” (QS. Al-A’raf[7]: 59)

Maka di sini penulis kitab ini, Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah memperingatkan kepada kita bahwasannya ketika kita mengajarkan dua kalimat syahadat, perlu untuk dijelaskan makna-maknanya juga perlu dijelaskan tentang syarat-syarat dari لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.

Adapun makna dari kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, maka beliau penulis kitab ini Rahimahullah telah menyebutkan bahwasanya لَا إِلَهَ (tidak ada ilah, tidak ada sesembahan) adalah peniadaan terhadap seluruh yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Peniadaan hak terhadap seluruh yang disembah selain Allah. Makna إِلَّا اللَّهُ (kecuali Allah) adalah penetapan bahwasanya ibadah hanya ditujukan kepada Allah dan tidak ada sekutu bagiNya.

Ini adalah kalimat yang dibangun diatas dua rukun yang agung dan pondasi yang kuat. Karena tidak ada tauhid kecuali dengan dua hal tersebut. Yaitu An-Nafyu (peniadaan) dan Al-Isbat (penetapan).
Peniadaan secara umum bagi seluruh yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada hak bagi mereka untuk disembah baik itu benda mati, hewan atau tumbuh-tumbuhan atau selainnya. Juga penetapan khusus bahwasanya ibadah dengan segala bentuknya hanya berhak ditujukan kepada Allah semata.

Maka barang siapa yang meniadakan tidak menetapkan, dia tidak termasuk orang yang bertauhid dan barang siapa yang menetapkan tapi tidak meniadakan, maka juga tidak disebut orang yang bertauhid.
Seseorang tidak dikatakan bertauhid kecuali meniadakan dan menetapkan. Meniadakan hak bagi selain Allah untuk disembah dan menetapkan bahwasanya hanya Allah yang berhak disembah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ

“Dan Allah telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah kecuali kepadaNya.” (QS. Al-Isra'[17]: 23)

Juga firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka menyembah hanya kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya kepadaNya.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

Juga firman Allah:

أَلَا لِلَّـهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

“Hanya milik Allah agama yang murni.” (QS. Az-Zumar[39]: 3)

Juga firman Allah:

وَاعْبُدُوا اللَّـهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersatukanNya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisa[4]: 36)

Dan Allah berfirman menceritakan tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِّمَّا تَعْبُدُونَ ﴿٢٦﴾ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي

“Sesungguhnya aku berlepas diri apa yang kalian sembah, kecuali yang menciptakan aku” (QS. Az-Zukhruf[43]: 25-26)

Juga firman Allah:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّـهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan kami telah utus untuk setiap umat seorang Rasul agar mereka menyeru kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah dan menjauhi thagut (segala yang disembah kecuali Allah)” (QS. An-Nahl[16]: 36)

Juga firman Allah:

فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّـهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ

“Barang siapa kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah maka sungguh dia telah berpegangan dengan tali yang kuat. (QS. Al-Baqarah[2]: 256)

Dan yang dimaksud dengan ‘urwatul wutsqo adalah لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.

Maka tauhid adalah kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Inilah arti dari kalimat tauhid لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. Jadi kalimat ini bukan sekedar kalimat yang tidak ada makna atau lafadz yang tidak ada artinya. Akan tetapi dia mengandung makna yang sangat agung dan tujuan yang sangat mulia. Yaitu tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka seorang hamba tidak dikatakan bertauhid kecuali dia telah melaksanakan arti dari kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ yaitu dengan meniadakan persembahan ke semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Oleh karena itu orang yang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dengan benar dan jujur, dia tidak akan berdo’a kecuali kepada Allah, dia tidak akan meminta tolong kecuali kepada Allah, dia tidak akan bertawakal kecuali kepada Allah, dia tidak akan meminta pertolongan kecuali dari Allah, dia tidak akan menyembelih kecuali untuk Allah, dia tidak akan bernadzar kecuali untuk Allah, dia tidak akan memalingkan satu bentuk ibadah pun kecuali hanya kepada Allah. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾

“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku milik Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan dengannya aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama berserah diri.” (QS. Al-An’am[6]: 163)

Maka dari sini kita ketahui bahwasannya sekedar mengucapkan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ,  ini tidak cukup. Akan tetapi harus mengetahui artinya, memahami tujuannya, juga harus melaksanakan maksud dari kalimat ini diucapkan. Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah dan mengikhlaskan seluruh ibadah dan agama hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Adapun jika seseorang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ kemudian ia membatalkannya dengan ucapannya atau perbuatannya yaitu dengan berdo’a kepada selain Allah dengan mengatakan, “Berikan aku bantuan wahai Fulan, tolong aku wahai Fulan, kepada orang yang telah mati, aku berlindung diri kepadamu wahai Fulan, aku kembali kepadamu wahai Fulan,” atau dia menyembelih atau bernadzar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ini semua membatalkan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dan bertentangan dengannya. Karena kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ hanya bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan memahami maknanya, melaksanakan tujuannya dan juga melaksanakan maksud-maksud dari diucapkan kalimat tersebut. Yaitu dengan mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengikhlaskan agama hanya kepada Allah.

Dahulu kaum Musyrikin yang diutus kepada mereka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka memahami makna لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. Akan tetapi mereka menyombongkan diri dari menerima kalimat ini. Allah berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ يَسْتَكْبِرُونَ ﴿٣٥﴾ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ ﴿٣٦﴾

“Sesungguhnya dahulu jika dikatakan kepada mereka لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan, ‘Apakah kami meninggalkan sesembahan-sesembahan kami untuk seorang penyair yang gila?’” (QS. Ash-Shaffat[37]: 35-36)
Yaitu mereka memahami bahwasanya dengan mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, berarti mereka harus meninggalkan sembahan-sembahan dan bahwasanya beribadah kepada selain Allah adalah batil. Oleh karena itu mereka mengatakan:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَـٰهًا وَاحِدًا

“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?” (QS. Shad[38]: 5)

Mereka merasa aneh, kemudian mereka saling berwasiat diantara mereka agar bersabar, tetap beribadah kepada sembahan-sembahan mereka. Diantara mereka juga saling bangga dengan kesabaran tersebut. Mereka mengatakan:

إِن كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَن صَبَرْنَا عَلَيْهَا

“Ia hampir saja menyesatkan kami dari Tuhan-Tuhan kami kalau kami tidak sabar diatas sembahan-sembahan tersebut.” (QS. Al-Furqan[25]: 42)

Yaitu jika mereka tidak bersabar untuk terus menyembah sembahan-sembahan lain selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka hampir dipalingkan dari sembahan-sembahan tersebut.
Mereka sebenarnya mengetahui makna dari kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dan bahwasanya ketika seseorang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ berarti ia harus mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan mengingkari semua yang disembah selain Allah. Dan bahwasanya semua yang disembah selain Allah Tabaraka wa Ta’ala, ibadah tersebut adalah batil dan wajib untuk diingkari.

فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّـهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ

“Maka barangsiapa kufur terhadap thaghut dan beriman hanya kepada Allah berarti dia telah berpegangan teguh dengan tali yang kuat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 256)

Yaitu dia telah berpegangan teguh dengan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. Ini berbeda dengan orang-orang musyrik di akhir zaman ini. Mereka tidak menyombongkan diri untuk mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. Bahkan mereka mengulang-ulang berkali-kali kalimat tersebut akan tetapi mereka membatalkan ucapan tersebut dengan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan mereka dengan cara berdo’a kepada orang-orang yang telah meninggal, beristighatsah kepada mereka, kembali yang meminta tolong kepada mereka yang telah meninggal untuk mengangkat musibah mereka, menunaikan hajat-hajat mereka, bahkan dengan menyembelih hewan-hewan untuk mereka, bernazar kepada mereka, maka sungguh tidak bermanfaat kalimat yang mereka ucapkan.

Kesimpulan bahwasanya لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ hanya bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya dia jika dia melaksanakan tujuan dari kalimat tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh penulis kitab ini Rahimahullah:

نافِيًا جميعَ ما يُعبَدُ من دون الله، إلّا اللهُ؛ مُثبِتًا العبادةَ لله وحدَه لا شريك له

“Meniadakan segala yang disembah kecuali hanya kepada Allah dengan menetapkan ibadah hanya kepadaNya dan tidak ada sekutu baginya”

Yaitu dengan cara dia tidak berdo’a kecuali kepada Allah, tidak beristighatsah kecuali kepada Allah, tidak bertawakal kecuali kepada Allah, tidak menyembelih kecuali untuk Allah, tidak bernadzar kecuali untuk Allah dan tidak memalingkan satu ibadah pun kecuali hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Berkata penulis kitab ini Syaikh bin Baz Rahimahullah, adapun syarat-syarat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ adalah ilmu yang bertentangan dengan kebodohan, keyakinan yang bertentangan dengan keraguan, keikhlasan yang bertentangan dengan kesyirikan, kejujuran yang bertentangan dengan kebohongan, kecintaan yang bertentangan dengan kebencian, ketundukan yang bertentangan dengan ketidak tundukan, penerimaan yang bertentangan dengan penolakan, juga kufur terhadap semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Syarat-syarat ini tergabung dalam dua bait berikut ini:

علم يقين وإخلاص وصدقك مع
محبة وانقياد والقبول لها
وزيد ثامنها الكفران منك بما
سوى الإله من الأشياء قد أُلِها

Ilmu, keyakinan, keikhlasan, kejujuran disertai kecintaan, ke tundukkan, penerimaan, kepadaNya
Dan ditambahkan perkara yang kedelapan yaitu keingkaranmu terhadap semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala

Penjelasan dari perkataan beliau Rahimahullah dan syarat-syarat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ adalah apa yang telah beliau sebutkan. Yaitu ada delapan syarat. Maka jika ada yang bertanya, dari mana engkau mendatangkan syarat-syarat ini, maka jawabannya adalah dengan dari sumber yang darinya diambil yang didapatkan syarat-syarat shalat, syarat-syarat haji, juga ibadah-ibadah yang lain.

Maka sebagaimana shalat mempunyai syarat-syarat yang tidak akan diterima kecuali dengan syarat-syarat tersebut, haji mempunyai syarat-syarat yang tidak akan diterima ibadah haji seseorang kecuali dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, zakat juga mempunyai syarat-syarat yang tidak akan diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, juga selainnya dari ketaatan-ketaatan yang tidak diterima kecuali dengan syarat-syaratnya.

Begitu juga kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ tidak akan diterima dari orang yang mengucapkannya kecuali dengan syarat-syaratnya. Dan syarat-syarat ini diketahui dari penelitian Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dikatakan kepada Wahab bin Munabbih Rahimahullah:

أَلَيْسَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ

“Bukankah لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ adalah kunci surga?”

Ia menjawab, “Tentu. akan tetapi tidak ada kunci kecuali mempunyai gigi-gigi. Dan jika engkau membawa kunci yang mempunyai gigi, maka akan dibukakan kepadamu. Jika tidak, maka tidak akan dibukakan untukmu.”

Ia memberi isyarat dalam perkataan beliau terhadap syarat-syarat Laa Ilaha Illallah yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka apabila ada seorang yang mengatakan sesungguhnya sekedar mengucapkan Laa Ilaha Illallah itu sudah cukup. Kita mengatakan kepadanya, artinya kalau demikian maka perkataan orang munafik yang mengatakan kepada Nabi Muhammad, “Sesungguhnya engkau dan Rasul Allah.” Berarti perkataan ini bermanfaat, cukup bagi mereka.

Juga perkataan mereka jika bertemu orang-orang beriman mereka mengatakan “kami beriman”, ini juga bermanfaat bagi mereka? Tentu ini tidak benar. karena kalimat Laa Ilaha Illallah tidak akan diterima dari orang yang mengucapkannya jika sekedar diucapkan dengan lisan saja. Akan tetapi ia harus melaksanakan syarat-syarat kalimat ini yang mana syarat-syarat tersebut diambil dari kitab dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bahkan dalam riwayat, bahwasannya Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah (seorang Tabi’in), dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya ada orang-orang yang mengatakan Laa Ilaha Illallah, maka dia pasti masuk surga.” Maka ia pun mengatakan, “Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dan memberikan hak-haknya dan kewajiban-kewajibannya maka ia akan masuk surga.

STREAMING DAN DOWNLOAD MP3 CERAMAH AGAMA TENTANG Penjelasan Rukun Islam, pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة  (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat), Karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah



Download juga kajian sebelumnya :  PELAJARAN PENTING UNTUK UMAT, TAFSIR SURAT AL-FIIL SAMPAI SURAT AN-NAAS

Jangan lupa untuk turut menyebarkan link download kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum

sumber : https://www.radiorodja.com/46591-penjelasan-rukun-islam/



Posting Komentar

0 Komentar