Janganlah Memakan Harta Orang Lain Dengan Batil GHASHB (MERAMPAS HARTA ORANG LAIN)



Marilah kita bertakwa kepada Allah. Takwa kepada Allah ﷻ adalah dengan cara menaati-Nya berdasarkan petunjuk wahyu dari-Nya dan disertai perasaan berharap pahala dari-Nya pula. Kemudian meninggalkan kemaksiatan berdasarkan petunjuk wahyu dari-Nya dan disertai perasaan takut terhadap adzab-Nya.

Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi Definisi Ghashb Ghashb yaitu merampas hak orang dengan cara yang tidak dibenarkan. Hukum Ghashb Ghashb adalah perbuatan zhalim dan kezhaliman adalah kegelapan di hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman:

 وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۖ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ 

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” [Ibrahim: 42-43] 
Dan juga firman-Nya Ta’ala: 

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…” [Al-Baqarah: 188] 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbatul Wada :

 إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فِي شَهْرِكُمْ هذَا فِي بَلَدِكُمْ هذَا. 

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2068)]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ.

 “Tidaklah seseorang berzina ketika berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang minum khamr ketika meminumnya dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang mencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas suatu rampasan yang mana orang-orang mengangkat pandangan kepadanya ketika ia merampasnya dalam keadaan beriman.” 
Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7707)].

Haram Memanfaatkan Barang Yang Dirampas Haram bagi orang yang merampas (ghashib) memanfaatkan barang rampasannya (maghshub), dan ia wajib untuk mengem-balikannya. Dari ‘Abdullah bin as-Sa-ib bin Zaid, dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لاَ يَأْخُذََ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا. 

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7578)], Sunan Abi Dawud (XIII/346, no. 4982) dan ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (III/313, no. 2249) dan lafazhnya: لاَ يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيْهِ. “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْتَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. 

“Barangsiapa berbuat zhalim kepada saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia) sebelum (datang hari) yang tidak ada Dinar tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan shalih, maka akan diambil darinya sekadar kezhalimannya dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambil dari kejelekan orang yang dizhalimi kemudian ditimpakan kepadanya."  Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6511)], Shahiih al-Bukhari (V/101, no. 2449), Sunan at-Tirmidzi (IV/36, no. 2534), dengan maknanya.

Orang Yang Terbunuh Karena Mempertahankan Hartanya Adalah Syahid Seseorang dibolehkan untuk membela dirinya dan hartanya jika ada orang yang ingin membunuh atau mengambil hartanya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: 

يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِي؟ قَالَ: فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِي؟ قَالَ: قَاتِلْهُ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِي؟ قَالَ: فَأَنْتَ شَهِيدٌ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ؟ قَالَ: هُوَ فِي النَّارِ. 

“Wahai Rasulullah, apakah pendapatmu jika seseorang datang ingin mengambil hartaku?’ Beliau menjawab, ‘Jangan engkau berikan.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika ia memerangiku?’ Beliau menjawab, ‘Perangilah ia.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika ia membunuhku?’ Beliau menjawab, ‘Maka engkau syahid.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika aku yang membunuhnya?’ Beliau menjawab, ‘Dia di Neraka." Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1086)], Shahiih Muslim (I/124, no. 140), Sunan an-Nasa-i (VII/114)

Merampas Tanah Dari Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ. 

“Barangsiapa mengambil sedikit tanah dengan cara yang zhalim, maka (Allah) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi." Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2452), Shahiih Muslim (III/ 1230, no. 1610)

Dari Salim dari ayahnya Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ. 

“Barangsiapa yang mengambil tanah sedikit saja dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi."  
Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6385)], Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2454)

Barangsiapa Merampas Tanah Lalu Ia Menanaminya Atau Membangun Di Atasnya, Maka Ia Diharuskan Mencabut Tanamannya Dan Menghancurkan Bangunannya Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 َلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ.

 “Tidak ada hak bagi keringat orang yang zhalim.” Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 1113)], Sunan at-Tirmidzi (II/419, no. 1394), al-Baihaqi (VI/142)

Apabila ia mengolahnya, maka ia mengambil nafkahnya dan tanamannya bagi orang yang memiliki (tanah): Dari Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَنْ زَرَعَ فِي أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ وَلَهُ نَفَقَتُهُ. 

“Barangsiapa menanam di atas tanah suatu kaum tanpa seizin mereka, maka ia tidak memiliki apa pun dari tanaman itu, namun ia mendapatkan nafkahnya.” Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6272)], Sunan at-Tirmidzi (II/410, no. 1378), Sunan Ibni Majah (II/824, no. 2466)

Sesungguhnya syariat Islam adalah syariat yang penuh keberkahan. Syariat Islam datang dengan kebaikan yang meliputi segala sesuatu. Meluputi segala kebaikan, keberkahan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah syariat yang memperbaiki keadaan masyarakat baik secara individu maupun kolektif. Syariat Islam adalah syariat yang menjamin keamanan harta, kehormatan, dan segala sisi kehidupan.

Oleh karena itu, sangat layak kita bersyukur karena Allah telah menjadikan kita sebagai umat yang merupakan bagian dari syariat ini. Dan kita memohon kepada Allah agar Dia menolong kita dalam merealisasikan segala bimbingan Islam yang penuh keberkahan dan hidayah. Sehingga perbaikan dan kemenangan dapat kita gapai.

Di antara keindahan dan kesempurnaan syariat ini adalah adanya bimbingan yang berkaitan dengan harta dan penjagaannya. Agar seseorang tidak terjerumus ke dalam dosa, kezaliman, permusuhan, dan perbuatan melampaui batas. Allah ﷻ berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS: An-Nisaa | Ayat: 29).

Dan firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah | Ayat: 168).

Betapa banyak orang-orang yang tertipu oleh setan. Mereka diletakkan oleh setan di jurang kebinasaan. Mereka digoda agar menempuh jalan yang tidak halal dalam harta orang lain dan hak-hak mereka. Hingga sebagian orang menganggap bahwasanya harta yang halal adalah harta yang ia miliki dengan cara apapun dan sudah masuk ke dalam rekening tabungannya. Ia tidak lagi menimbang hukum-hukum syariat dan bimbingan-bimbingan agama ini. Ia tidak lagi peduli dengan keadaannya kelak di hari kiamat. Di hadapan Allah, Raja alam semesta. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ- وذكر منها – عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ؟

“Tidaklah kedua kaki seorang hamba beranjak pada hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang empat hal: -disebutkan di antaranya adalah- hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan?” (HR. Tirmidzi).

Tidakkah kita menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini?! Bersiaplah menjawabnya dengan jawaban yang benar. Ataukah kita termasuk orang-orang yang masa bodoh dan tidak peduli?
Seseorang yang memakan harta orang lain dalam hidupnya, kemudian dia tidak peduli dengan hal itu. Tidak peduli bagaimana nanti keadaannya di hari perjumpaan dengan Allah ﷻ. Bagi mereka disiapkan ancaman keras dan siksa yang pedih. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dari Kaab bin Ujrah radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.”Dalam Shahih Muslim dari Iyadh al-Mujasyi’i radhiallahu ‘anhu, 

Rasulullah ﷺ bersabda dalam khotbahnya,

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ

“Ketahuilah sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian hal-hal yang kalian tidak ketauhi.”

Kemudian beliau ﷺ menyebutkan

وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ

“Ada lima kelompok penduduk neraka.”

Beliau menyebutkan salah satunya adalah:

الْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ

“Pengkhianat yang jelas ketamakannya, meski tidak jelas kecuali ia pasti mengkhianatinya. Orang yang di pagi dan sore hari selalu menipumu berkaitan tentang keluarga dan hartamu.”

Seorang hamba hendaknya sangat berhati-hati sekali terhadap permasalahan harta. Janganlah ia menjadi seorang pengkhianat dan penipu. Karena akibatnya amat buruk di sisi Allah ﷻ kelak.

Walaupun ancaman yang keras telah disebutkan dalam beberapa hadits tentang orang-orang yang menipu dan para pengkhianat, namun sebagian orang tetap tidak memperdulikannya. Mereka tetap melakukan penipuan dan pengkhianatan. Mereka melakukan tipu daya dengan berbagai macam bentuknya. Mereka tetap mencari harta atau nafkah dengan cara demikian. Bahkan dengan cara yang secara tegas diharamkan oleh Alquran dan sunnah Nabi ﷺ.

Hadits-hadits tentang penipuan, jenis-jenis tipu daya, dan pengkhianatan yang terjadi pada sebagian orang sangatlah banyak. Bahkan terlalu banyak untuk dikaji dalam kesempatan ini. Namun kita sebutkan beberapa di antaranya:

Di antara bentuk penipuan dalam perniagaan adalah jual beli najasy. Jual beli najasy adalah orang yang tidak punya keinginan membeli suatu barang, lalu berpura-pura menawar barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga penawar sebelumnya. Tujuannya memancing agar penawar pertama mau menaikkan penawarannya. Hal ini baik ada kesepakatan antara penjual dengan penawar bohong-bohongan tersebut atau pun tidak. Baik tujuan penawar bohong-bohongan tersebut adalah menjerumuskan pembeli, menguntungkan penjual, menjerumuskan pembeli plus menguntungkan penjual, atau sekadar iseng dan main-main. Nabi ﷺ bersabda,

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّجْشِ

Dari Nafi dari Ibnu Umar, “Nabi melarang jual beli najasy.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk bentuk penipuan adalah seseorang yang tampil sebagai seorang dokter padahal ia bukanlah dokter sehingga terjadi malpraktik. Atau seseorang yang mengaku bisa memproduksi suatu barang, padahal ia tidak memiliki kemampuan dalam bidang itu. Demikian juga seseorang yang mengaku ahli pengobatan nabawi, seperti bekam dll. padahal ia tidak pernah mendalami bidang tersebut secara khusus. Nabi ﷺ bersabda,

المُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Al-mutasyabbi’ (orang yang pura-pura kenyang dengan sesuatu) yang tidak diberikan kepadanya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan” (HR. Muslim).

مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ قَبْلَ ذَلِكَ فَهُوَ ضَامِنٌ

“Barangsiapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui ilmunya sebelum itu maka dia yang bertanggung jawab.” (HR. an-Nasa-i).

Saudara-i Muslim.,
Di antara bentuk penipuan lainnya yang tersebar di zaman ini adalah seseorang yang mengaku sebagai pakar sihir. Ia mengaku bisa menyembuhkan orang yang terkena sihir. Mengetahui sifat-sifat sihir. Dan tempat munculnya sihir. Padahal ia tidak mengetahui hal itu. Tujuannya hanyalah semata-mata mendapatkan harta dari hal tersebut.

Tipu-menipu lainya yang sering kita saksikan di masyarakat kita adalah penipuan dalam jual beli makanan atau minuman. Penjual mengatakan makanan atau minuman ini masih bagus, belum kadaluarsa. Buah ini manis tidak masam dan juga tidak busuk. Atau yang semisal itu. Penjual yang demikian adalah seseorang yang berbuat kerusakan. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فوضع عليه الصلاة والسلام يَدَهُ فِيهَا فوجد بلَلا في أسفلها فَقَالَ: ((مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟)) قَالَ : «أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ»، فقَالَ النبي عليه الصلاة والسلام : ((أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ، مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي))

“Rasulullah ﷺ pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas makanan agar orang dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).

Jika Nabi ﷺ menegur dan melarang seseorang menyembunyikan sebagian makanan yang rusak, menaruh bagian yang jelek di bawah dan bagian yang masih bagus di atas, lalu bagaimana pula dengan orang yang mengubah tanggal kadaluarsa atau memalsukan makanan?! Yang demikian ini adalah penipuan terhadap pembeli. Melakukan kerusakan. Dan memakan harta orang lain dengan cara yang haram.

Bagaimana pula dengan orang yang mengatakan bahwa makanan haram lalu dikatakan halal, sesuai syariat, dll. Ini semua adalah tindakan mencari nafkah dengan cara yang batil. Memakan harta manusia dengan cara yang haram.

Mungkin masih banyak lagi praktik memakan harta orang lain dengan cara haram yang terjadi di tengah masyarakat kita. Orang-orang tersebut tidak peduli. Mereka tidak takut akan hari dimana ia nanti dihadapkan kepada Allah untuk mempertanggung-jawabkan apa yang telah ia lakukan.

Orang yang cerdas adalah mereka yang selalu menghisab dirinya sebelum mereka kelak dihisab oleh Allah. Mereka menimbang-nimbang amalannya sebelum nanti ditimbang pada hari kiamat. Orang yang cerdas adalah mereka yang menundukkan hawa nafsunya untuk beramal, mempersiapkah kehidupan setelah kematian. Orang yang lemah adalah mereka yang memperturutkan hawa nafsunya dan panjang angan-angannya.

Orang-orang yang mencari nafkah dalam keadaan demikian –menipu dan berkhianat- hukuman mereka saat berjumpa dengan Allah ﷻ kelak sangatlah pedih dan keras.

Seorang hamba ketika berdiri di hari kiamat kelak, hari yang besar, tidak lagi bermanfaat baginya dinar dan dirham. Yang ada adalah kebaikan ataukah keburukan yang telah ia usahakan. Demikianlah balasan pada hari kiamat.

Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Unasi radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda, “Allah mengumpulkan hamba-hamba –manusia– pada hari kiamat dalam keadaan telanjang, tidak disunat, dan buhman. Para sahabat bertanya, “Apa makna buhman?” Beliau menjawab, “Tidak membawa apapun. Lalu Allah menyeru mereka dengan suara yang didengar oleh yang jauh –saya menyangka beliau mengatakan: sebagaimana mendengarnya yang dekat– Akulah raja, tidak pantas seorang dari penduduk surga masuk surga, padahal masih ada penduduk neraka yang menuntut dari dia sebuah kezaliman. Dan tidak pantas seorang ahli neraka masuk neraka, sedang salah seorang dari penduduk surga menuntutnya sebuah kedzaliman.” Aku (Abdullah bin Unasi) bertanya, “Bagaimana? Padahal kita datang kepada Allah dalam keadaan telanjang dan tidak membawa apapun?” Beliau menjawab, “Dengan kebaikan dan kejelekan.” (HR. Bukhari).


Oleh karena itu marilah kita bertakwa kepada Allah. Takwa kepada Allah ﷻ adalah dengan cara menaati-Nya berdasarkan petunjuk wahyu dari-Nya dan disertai perasaan berharap pahala dari-Nya pula. Kemudian meninggalkan kemaksiatan berdasarkan petunjuk wahyu dari-Nya dan disertai perasaan takut terhadap adzab-Nya.

Saudara-i Muslim,
Sesungguhnya syariat Islam adalah syariat yang penuh keberkahan. Syariat Islam datang dengan kebaikan yang meliputi segala sesuatu. Meluputi segala kebaikan, keberkahan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah syariat yang memperbaiki keadaan masyarakat baik secara individu maupun kolektif. Syariat Islam adalah syariat yang menjamin keamanan harta, kehormatan, dan segala sisi kehidupan.

Oleh karena itu, sangat layak kita bersyukur karena Allah telah menjadikan kita sebagai umat yang merupakan bagian dari syariat ini. Dan kita memohon kepada Allah agar Dia menolong kita dalam merealisasikan segala bimbingan Islam yang penuh keberkahan dan hidayah. Sehingga perbaikan dan kemenangan dapat kita gapai.

Di antara keindahan dan kesempurnaan syariat ini adalah adanya bimbingan yang berkaitan dengan harta dan penjagaannya. Agar seseorang tidak terjerumus ke dalam dosa, kezaliman, permusuhan, dan perbuatan melampaui batas. Allah ﷻ berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS: An-Nisaa | Ayat: 29).

Dan firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah | Ayat: 168).


Betapa banyak orang-orang yang tertipu oleh setan. Mereka diletakkan oleh setan di jurang kebinasaan. Mereka digoda agar menempuh jalan yang tidak halal dalam harta orang lain dan hak-hak mereka. Hingga sebagian orang menganggap bahwasanya harta yang halal adalah harta yang ia miliki dengan cara apapun dan sudah masuk ke dalam rekening tabungannya. Ia tidak lagi menimbang hukum-hukum syariat dan bimbingan-bimbingan agama ini. Ia tidak lagi peduli dengan keadaannya kelak di hari kiamat. Di hadapan Allah, Raja alam semesta. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ- وذكر منها – عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ؟

“Tidaklah kedua kaki seorang hamba beranjak pada hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang empat hal: -disebutkan di antaranya adalah- hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan?” (HR. Tirmidzi).

Tidakkah kita menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini?! Bersiaplah menjawabnya dengan jawaban yang benar. Ataukah kita termasuk orang-orang yang masa bodoh dan tidak peduli?

Seseorang yang memakan harta orang lain dalam hidupnya, kemudian dia tidak peduli dengan hal itu. Tidak peduli bagaimana nanti keadaannya di hari perjumpaan dengan Allah ﷻ. Bagi mereka disiapkan ancaman keras dan siksa yang pedih. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dari Kaab bin Ujrah radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.”

Seorang hamba hendaknya sangat berhati-hati sekali terhadap permasalahan harta. Janganlah ia menjadi seorang pengkhianat dan penipu. Karena akibatnya amat buruk di sisi Allah ﷻ kelak.

Walaupun ancaman yang keras telah disebutkan dalam beberapa hadits tentang orang-orang yang menipu dan para pengkhianat, namun sebagian orang tetap tidak memperdulikannya. Mereka tetap melakukan penipuan dan pengkhianatan. Mereka melakukan tipu daya dengan berbagai macam bentuknya. Mereka tetap mencari harta atau nafkah dengan cara demikian. Bahkan dengan cara yang secara tegas diharamkan oleh Alquran dan sunnah Nabi ﷺ.


Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.
Saudara-i Muslim. Marilah kita membekali diri untuk hari kembali. Kita hiasi diri dengan bertakwa kepada Allah ﷻ. Kita hisab diri kita sebelum dihisab oleh Allah ﷻ di hari kiamat.

sumber : https://almanhaj.or.id/1030-ghashb-merampas-harta-orang-lain.html

sumber : https://khotbahjumat.com/3371-janganlah-memakan-harta-orang-lain-dengan-batil.html

Posting Komentar

0 Komentar